Berdasarkan
Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun
2015 Tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia berikut aturan penggunaan
huruf miring dalam ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan:
1. Huruf miring
dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang
dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Saya
sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis.
Majalah
Poedjangga Baroe menggelorakan semangat kebangsaan.
Berita
itu muncul dalam surat kabar Cakrawala.
Pusat
Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pusat
Bahasa. Edisi Keempat (Cetakan Kedua). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
2. Huruf miring
dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya:
Huruf
terakhir kata abad adalah d.
Dia
tidak diantar, tetapi mengantar.
Dalam
bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca.
Buatlah
kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.
3. Huruf miring
dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa
asing.
Misalnya:
Upacara
peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke
Aceh.
Nama
ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Weltanschauung
bermakna ‘pandangan dunia’.
Ungkapan
bhinneka tunggal ika dijadikan semboyan negara Indonesia.
Catatan:
(1)
Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing
atau bahasa daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
(2)
Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan
dicetak miring ditandai dengan garis bawah.
(3)
Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara
langsung dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.